Mengulik Novel Sastra "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono

Halo, Sobat KiRa!

Apakah kalian suka membaca karya-karya sastra seperti puisi, sajak, novel, dan sebagainya? Jika iya, maka di artikel kali ini akan mengulik salah satu karya sastra terkenal yang berjudul "Hujan Bulan Juni" yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono. Tapi sebelumnya, kita harus tahu terlebih dahulu mengenai latar belakang penulisnya. Kira-kira siapa sih Sapardi Djoko Damono itu?

Sapardi Djoko Damono lahir di Solo, Jawa Tengah, tanggal 20 Maret 1940 dan wafat pada 19 Juli 2020. Beliau adalah seorang penyair atau sastrawan yang masyhur karena berbagai karyanya yang bagus dan memukau. Selain itu, beliau juga merupakan seorang dosen. Sapardi Djoko Damono memiliki peran penting dalam kehidupan sastra di Indonesia. Ia banyak menciptakan berbagai karya sastra baik itu dalam bentuk puisi maupun buku, dan juga banyak menerjemahkan karya sastra asing ke dalam bahasa Indonesia. Dan yang terpenting adalah ketika karya-karyanya mampu menembus perasaan orang-orang yang membacanya.

Salah satu karyanya yang terkenal dan banyak digemari adalah "Hujan Bulan Juni", sebuah kumpulan puisi dan juga merupakan sebuah novel yang banyak diminati. Novel Hujan Bulan Juni ini berawal dari puisi yang berjudul sama. Begitu populernya puisi ini, sehingga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Jerman, Belanda, Tagalog, Jepang, Arab, Italia, Rusia, Portugis, Korea, Mandarin, Thai, Malaysia, Urdu, Jawa, dan Bali. Buku kumpulan puisinya diterbitkan pertama kali oleh Grasindo di tahun 1994. Sedangkan, dalam bentuk novelnya ini diterbitkan oleh Gramedia pada bulan Juni tahun 2015. Novel ini juga telah diadaptasi menjadi sebuah film pada tahun 2017. Setiap bait kalimat yang tersusun di novel ini sangat bagus dan menarik. Penulisnya memang sangat lihai ketika membuat suatu karya.


Novel yang berisi sekitar 135 halaman ini bercerita tentang kehidupan dua orang manusia yang memiliki perasaan yang sama, yaitu Sarwono dan Pingkan. Sarwono merupakan orang Jawa asli yang bekerja menjadi salah satu dosen Antropolog di Universitas Indonesia, sedangkan Pingkan adalah keturunan campuran Jawa dengan Manado yang juga seorang dosen Sastra Jepang di Universitas Indonesia.

Kisah mereka penuh lika-liku. Seperti terdapat perbedaan terkait asal kota, budaya, suku, bahkan agama diantara keduanya. Dari berbagai perbedaan yang mereka berdua alami (Sarwono & Pingkan), menimbulkan berbagai kerumitan dan tantangan di dalam menjalani hubungan mereka. Salah satu hal yang rumit bagi mereka dan bahkan bagi pasangan di luar sana adalah tentang ketidaksetujuan pihak keluarga terhadap hubungan asmaranya. Namun, Sarwono & Pingkan tetap mencoba untuk mempertahankan hubungannya, walaupun sempat diuji juga dengan jarak saat Pingkan mendapatkan beasiswa ke Jepang. Kekhawatiran dalam diri Sarwono muncul ketika Pingkan melanjutkan studi ke Jepang karena disana ada seorang pria yang sempat menyukai Pingkan. Kekhawatiran dan kecemburuan memang wajar dalam suatu hubungan.

Novel ini memiliki alur cerita yang tidak mudah ditebak dan memiliki akhir yang tanggung, karena novel ini merupakan novel trilogi. Jika ingin mengetahui bagaimana akhir dari ceritanya maka harus melanjutkan membaca novel yang berjudul "Pingkan Melipat Jarak" dan kemudian novel berjudul "Yang Fana adalah Waktu". Dan di dalam novel karya Sapardi Djoko Damono ini, pembaca akan menemukan banyak kata-kata puitis dan susunan kalimat yang bagus.

Salah satu pelajaran yang dapat diambil dari novel ini yaitu tentang bagaimana menghargai setiap perbedaan dan kepercayaan masing-masing, serta ketulusan akan memberikan kasih sayang terhadap orang yang kita cintai.

Berikut merupakan puisi "Hujan Bulan Juni" karya Sapardi Djoko Damono ;

Tak ada yang lebih tabah,
Dari hujan bulan Juni,
Dirahasiakan rintik rindunya,
Kepada pohon berbunga itu,

Tak ada yang lebih bijak,
Dari hujan di bulan Juni,
Dihapuskan jejak-jejak kakinya,
Yang ragu-ragu di jalan itu,

Tak ada yang lebih arif,
Dari hujan bulan Juni,
Dibiarkan yang tak terucapkan,
Diserap akan pohon bunga itu....

Dilansir dari jurnal Analisis Struktur Batin Puisi "Hujan Bulan Juni" (2020) oleh Astriani Indah Pratiwi dan kawan-kawan, puisi tersebut menggambarkan akan sebuah penantian seseorang yang hanya dengan kekuatan doa, sabar, dan ikhlas. Ketulusan perasaan yang dimiliki akhirnya penantiannya berbuah manis, semesta mempersatukan dan ia mendapatkan seseorang yang dinantinya.

Sobat KiRa,
Dengan menulis kita bisa menuangkan isi pikiran, bahkan bisa bermanfaat bagi orang banyak apabila tulisan kita mampu menggugah jiwa dan perasaan setiap orang yang membacanya. Dengan tulisan juga kita bisa menjadi seseorang yang bermanfaat sekaligus pejuang yang akan dikenang, jika karya-karya kita bermanfaat dan banyak digemari oleh orang lain. Dan yang terpenting adalah, menulislah dengan hati dan kerangka tulisan yang runtut. Agar orang-orang yang membacanya tidak bingung akan makna baik yang tersurat maupun tersirat. Dan satu lagi, agar mampu mewakilkan perasaan orang lain serta memajukan tingkat literasi.

REFERENSI
Biografi Sapardi Djoko Damono:
  • http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono
Tentang Novel:
  • https://mediaedukasi.id/hujan-bulan-juni/
  • https://www.nasirullahsitam.com/2015/07/review-novel-hujan-bulan-juni-sapardi.html?m=1
  • https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/beritabojonegoro/resensi-buku-hujan-bulan-juni-karya-sapardi-djoko-damono-1x6JEjkwhhy
  • https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2022/04/29/210000669/makna-puisi-hujan-bulan-juni-karya-sapardi-djoko-damono

Penulis : Silvia Prihandini Tiara Bahri

Posting Komentar

0 Komentar