Penulis Novel : Pramoedya Ananta Toer
Tahun Terbit : 2005 (pertama diterbitkan pada 1980)
Penerbit : Lentera Dipantara
Jumlah Halaman : 535 Halaman
Tentang Penulis
Pramoedya Ananta Toer yang biasa dipanggil Pram merupakan pengarang buku yang cukup produktif. Pada semasa hidupnya, ia pernah bekerja sebagai korektor di kantor berita Domei dan juga sebagai juru ketik. Namun, pada akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang penulis. Ia menghasilkan kurang lebih 50 karya dan karyanya tersebut telah diterjemahkan ke dalam 42 bahasa asing. Pram juga pernah masuk ke dalam nominasi nobel sastra sebanyak enam kali.
Berbagai karya yang diciptakan oleh Pram berisikan penuh dengan kritikan yang mana hal tersebut memicu Pram kerap kali keluar masuk penjara. Pram juga pernah diasingkan selama 10 tahun di Pulau Buru, tepatnya kepulauan Maluku. Selama ia diasingkan, ia menyusun novel yang mana pada masa itu ia hanya memanfaatkan ingatan yang dimiliki olehnya. Kemudian setelah ia berhasil menulis cerita novel tersebut, ia mulai mengumpulkan berbagai catatan yang dimilikinya dan diselundupkan secara diam-diam keluar dari Pulau Buru. Dari catatan-catatan yang ia miliki, menghasilkan sebuah karya novel pertama yang berjudul “Bumi Manusia”.
Review Buku
Pada awalnya, kemunculan novel yang berjudul ”Bumi manusia” menarik banyak perhatian dari berbagai pihak, baik di Indonesia maupun di ranah internasional. Novel ini juga pernah dibicarakan oleh berbagai macam media massa di berbagai negara. Misalnya di London, novel ini pernah dibahas dalam majalah South. Namun, pada masa pemerintahan Soeharto, novel ini merupakan bacaan yang dilarang karena dianggap mengandung Leninisme dan Marxisme. Bagi para sebagian aktivis yang menentang orde baru, buku yang berjudul “Bumi Manusia” menjadi simbol perlawanan.
Novel ini menceritakan tentang kisah dari Minke yang merupakan pemuda Jawa, ia adalah seorang siswa di HBS atau kalau zaman sekarang sepantaran dengan SMA. Ia merupakan satu-satunya siswa yang berasal dari Indonesia yang menempuh pendidikan di HBS. Mengapa demikian? Karena Minke merupakan keturunan dari seorang priayi. Pada masa itu, hanya keturunan dari para bangsawan yang dapat memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu di sana.
Pada awalnya, Minke diajak oleh salah satu temannya untuk mengunjungi sebuah rumah yang sangat luas seperti istana. Di sana ia bertemu dengan seorang wanita Jawa yang berusia sekitar 30 tahun bernama Nyai Ontosoroh. Ia merupakan istri simpanan dari seorang lelaki Belanda yang bernama Herman Mellema. Jauh dahulu sebelum menikah, Nyai Ontosoroh merupakan rakyat pribumi biasa yang kesusahan. Bapak dari Nyai Ontosoroh juga terlilit hutang. Kemudian, datanglah lelaki Belanda dan mengajarkan berbagai ilmu yang sangat penting. Singkat cerita Nyai Ontosoroh pun menikah dengan pria Belanda tersebut dan dari hasil pernikahan antara Nyai Ontosoroh dan Herman Mellema menghasilkan dua anak, yaitu seorang anak laki-laki dan seorang perempuan. Anak perempuan ini bernama Annelies.
Hari demi hari telah terlewati, Minke sering berkunjung ke rumah Nyai Ontosoroh dan bahkan sampai menginap di rumahnya. Minke memberanikan diri untuk berkenalan dengan gadis yang memiliki paras yang cantik bak bidadari dan akhirnya Minke pun jatuh cinta kepada putri dari Nyai Ontosoroh. Kedekatan antara Minke dan Annelies mendapatkan dukungan penuh dari Nyai Ontosoroh karena ia merasa bahwa Minke merupakan anak muda yang dapat dipercaya. Akan tetapi, keduanya tidak diberi restu oleh bapaknya yaitu Herman Mellema. Tidak hanya itu, kakak dari Annelies yaitu Robert Mellema juga tidak suka akan kehadiran dari Minke. Bahkan kakaknya juga mencaci Minke dengan merendahkan pribumi.
Perjuangan yang dilakukan oleh Minke untuk mendapatkan Annelies tidaklah mudah, ia melewati berbagai macam rintangan yang dilewatinya bersama dengan guru pribadinya. Pada akhirnya, Minke pun berhasil untuk menikahi putri dari Nyai Ontosoroh. Namun, pernikahan antara Minke dan Annelies tidaklah sah di mata hukum karena pada masa tersebut orang pribumi dilarang untuk menikah dengan orang asing. Setelah berhasil menikahi Annelies, kisah cinta mereka berdua mendapatkan berbagai ujian. Salah satunya adalah ketika kasus kematian dari ayah Annelies yang mana Minke dijatuhi tuduhan membunuh. Karena pada saat itu, Minke berada di rumah Nyai Ontosoroh. Namun, kisah cinta antara Minke dan Annelies berujung tragis atau sad ending yaitu Annelies harus pergi ke Belanda dan meninggalkan Minke.
Dalam novel ini, tidak hanya menceritakan kisah cinta antara Minke dan Annelies saja. Akan tetapi, banyak sekali bentuk perlawanan Minke mengenai keadilan yang berlaku pada masa itu. Novel ini mengajarkan kita untuk tidak mudah menyeradah dengan apapun keadaan yang sedang terjadi. Kita memang harus selalu melawan, jika memang kita berada pada jalan yang benar bagaimanapun caranya.
Penulis : Muhammad Zaky
0 Komentar
Terima kasih sudah berkunjung, Sobat Kira! Gunakan bahasa yang baik dan bijaklah dalam berkomentar.
Yuk, kirim tulisan kamu ke blog Kita Literasi!